Type Here to Get Search Results !

 


BIOGRAFI IMAM IBN AL-MUBARAK


Segala puji hanya untuk Allah Ta’ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah dengan benar melainkan Allah Shubhanahu wa Ta’ala semata yang tidak ada sekutu bagi -Nya, dan aku juga bersaksai bahwa Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam adalah seorang hamba dan utusan -Nya. Amma ba’du: 

Berikut ini adalah rangkaian kisah perjalanan hidup seorang ulama ahli ilmu dari para ulama umat ini. Imam dari kalangan para imam petunjuk, Allah Shubhanahu wa Ta’ala telah menolong agama Islam dengan perantaranya, serta menjadi penjaga sunah. Berkata Imam Dzahabi menjelaskan biografi beliau, “Syaikhul Islam, pemimpin para ahli takwa pada zamannya, al-Hafidh yang mumpuni, Abdullah bin Mubarak al-Handhali maula at-Turki kemudian al-Marwazi yang lahir pada tahun 118 H. 

Beliau mulai menuntut ilmu pada usia yang kedua puluh tahun, beliau termasuk orang yang paling banyak melakukan perjalanan jauh dan berkeliling dunia guna menuntut ilmu, berjihad, berdagang, dan berinfak kepada saudaranya sesama muslim karena Allah Shubhanahu wa Ta’ala. Dengan menyiapkan segala keperluan mereka untuk berangkat haji bersamanya. Syu’aib bin Harb menjelaskan, “Aku pernah mendengar Abu Usamah berkata, “Ibnu Mubarak dalam Kalangan ahli hadits semisal amirul mukminin dikalangan manusia”. Dan Kebiasaan yang beliau lakukan adalah banyak duduk dirumahnya sampai pernah dikatakan padanya, “Tidakkah engkau merasa jenuh? Beliau menjawab, “Bagaimana mungkin aku merasa jenuh sedangkan diriku bersama Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya (karena menyibukkan diri untuk mentelaah hadits)”. 

Asy’ats bin Syu’bah mengatakan, “Tatkala khalifah ar-Rasyid datang ke Ruqah maka orang-orang berhamburan lalu berdiri dibelakang Ibnu Mubarak, tali sendal saling terputus, debu pun berterbangan, maka Ibunya Amirul mukminin melongokkan kepalanya keluar dari tempat tandunya. Lalu bertanya, “Siapa dia? Mereka menjawab, “Ulama dari ahli Khurasan telah datang”. Lalu dia berkata, “Demi Allah, inilah raja sesungguhnya, bukan seperti kerajaanya Harun yang tidak berkumpul melainkan orang-orang tertentu dan para bangsawan”. 

Muhammad bin ‘Ayan menceritakan, “Aku pernah mendengar Abdurahman bin Mahdi berkata, sedang waktu itu berkumpul disisinya para pakar hadits yang mana mereka menanyakan pada beliau, “Engkau telah berguru kepada ats-Tsauri dan mendengar hadits darinya, begitu pula anda telah berguru kepada Ibnu Mubarak, manakah yang lebih utama dari keduanya? Beliau menjawab, “Kalau seandainya Sufyan ats-Tsauri berusaha dalam suatu hari untuk semisal Abdullah bin Mubarak tentu dirinya tidak akan sanggup”. Sufyan ats-Tsauri mengatakan, “Sungguh diriku tidak punya hajat untuk mengerahkan umurku seluruhnya untuk suatu ketika menjadi semisal Ibnu Mubarak. Aku tidak sanggup untuk menjadi seperti dia tidak pula dalam waktu yang singkat”. Sedang Ibnu Uyainah mengatakan, “Aku melihat kepada perkaranya para sahabat, dan membandingkan dengan perkaranya Abdullah bin Mubarak maka aku tidak menjumpai keutamaan mereka dibanding dengan Abdullah melainkan shuhbah (bersahabat) bersama Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam dan mereka berjihad bersama beliau”.

Ibnu Mubarak menyatakan, “Aku pernah meminjam sebuah pena pada penduduk Syam maka akupun pergi ke sana untuk mengembalikannya. Tatkala diriku baru sampai di Muru maka aku jumpai ternyata orangnya ada disana lantas aku kembali ke Syam sampai kiranya aku kembalikan kepada pemiliknya”. 

Pernah suatu ketika berkumpul semisal al-Fadhl bin Musa, Makhlad bin Husain, lalu mereka mengatakan, “Mari kita coba hitung pintu-pintu kebaikan yang dilakukan oleh Ibnu Mubarak. Maka mereka mulai menghitungnya, “llmu, fikih, adab, nahwu dan bahasa, zuhud, berbahasa secara fasih, sya’ir, sholat malam, ibadah, haji, jihad, pemberani, jago naik kuda, kuat, meninggalkan ucapan yang tidak penting, adil, dan sangat sedikit berselisih bersama para sahabatnya”. Pernah suatu ketika dikatakan pada Ibnu Mubarak, “Jika engkau usai sholat kenapa tidak pernah duduk-duduk bersama kami? Beliau menjawab, “Justru aku duduk bersama para sahabat dan tabi’in. Aku menelaah buku-buku dan atsar-atsar mereka. Kalau bersama kalian apa yang harus aku perbuat? Sedang kalian senangnya mengunjing orang lain”. Nu’aim bin Hamad pernah mengatakan tentang beliau, “Adalah Ibnu Mubarak jika beliau membaca kitab yang berkaitan masalah hati maka beliau seperti onta atau sapi yang disembelih karena menangis, tidak ada seorangpun diantara kami yang menanyakan perihal itu pada beliau kecuali beliau tidak menanggapinya”. 

Diriwayatkan bukan hanya seorang, bahwa Ibnu Mubarak pernah ditanya, “Sampai kapan engkau akan menulis hadits? Beliau menjawab, “Mungkin ada kata yang bermanfaat bagiku yang belum sempat aku menulisnya”. Beliau adalah saudagar yang kaya raya lagi pandai bersyukur dan dermawan, berkata Salamah bin Sulaiman, “Pernah suatu ketika ada seseorang datang kepada Ibnu Mubarak lalu memohon supaya melunasi hutang-hutangnya. Maka beliau menulis surat pada orang tersebut supaya dikasih kepada pegawainya. Tatkala surat tersebut sampai pada sang pegawai, ia bertanya, “Berapa hutang yang engkau minta supaya dilunasi? Dia menjawab, “Tujuh ratus dirham”. 

Akan tetapi Ibnu Mubarak telah menulis pada pegawainya supaya memberi orang tersebut sebanyak tujuh ribu dirham. Maka pegawai tadi menyuruh supaya menghadap beliau lagi, lalu dia berkata, “Sesungguhnya hartamu akan habis”. Maka Abdullah menulis kembali padanya kalau hartaku habis, maka sesungguhnya umur juga akan habis, beri uang sebanyak apa yang aku tulis”. Beliau juga pernah berkata kepada Fudhail bin Iyadh, “Kalaulah bukan karenamu dan para sahabatmu tentu aku tidak akan berniaga”. Dan beliau punya kebiasaan selalu berinfak kepada fakir miskin pada setiap tahunnya sebanyak seratus ribu dirham. 

Ali bin Fudhail mengkisahkan, “Aku pernah mendengar ayahku berkata kepada Ibnu Mubarak, “Engkau yang menyuruh kami untuk zuhud dan tidak banyak mengumpulkan harta, serta hidup apa adanya. Namun, kami justru melihat engkau datang dengan harta dagangan, bagaimana ini? Dia menjawab, “Wahai Abu Ali, aku melakukan ini hanya untuk menjaga wajahku, memuliakan kehormatanku serta untuk menolongku didalam ketaatan kepada Rabbku”. Ayahku berkata, “Duhai Ibnu Mubarak betapa indahnya kalau bisa demikian”. 

Muhammad bin Isa mengatakan, “Adalah Ibnu Mubarak seringkali bolak-balik pergi ke Thurtus. Biasanya rombongan berhenti didaerah yang bernama Khan. Ditempat tersebut ada seorang pemuda yang sering bertemu dengannya, membantu keperluannya serta mendengar hadits darinya. Pada suatu waktu Abdullah bin Mubarak datang berkunjung ketempat tersebut, namun beliau tidak menjumpai pemuda tersebut, maka beliau keluar ke medan jihad dengan tergesa-gesa, tatkala kembali maka beliau menanyakan kabar pemuda tadi, diantara kabar yang didapatkan, bahwa pemuda tersebut sedang bingung dikarenakan terlilit hutang sebanyak sepuluh ribu dirham. Lalu beliau pun segera meminta petunjuk rumah yang memberi pinjaman, setelah bertemu beliau membayar hutang pemuda tadi sebanyak sepuluh ribu dirham sambil bersumpah agar tidak memberi tahu seorangpun selagi dirinya masih hidup. Akhirnya sang pemuda terbebas dari jerat hutang berkat kedermawanan Ibnu Mubarak. 

Kemudian beliau bertemu dengan sang pemuda sejauh perjalanan dua hari dari Ruqah. Lantas beliau menanyakan kabarnya, “Duhai anak muda dari mana kiranya kamu, sudah lama aku tidak menjumpaimu? Dirinya menjawab, “Ada seorang yang baik hati telah melunasi hutang-hutangku yang aku tidak tahu siapa dia”. Ibnu Mubarak berkata, “Bersyukurlah kepada Allah Shubhanahu wa Ta’ala“. Sang pemuda tadi tetap tidak tahu siapa orangnya, dirinya baru mengetahui setelah Abdullah bin Mubarak meninggal dunia. Adalah Ibnu Mubarak apabila datang musim haji maka orang-orang dari penduduk Muru berkumpul disisi beliau sambil mengatakan, “Kami ingin pergi haji bersamamu”. Beliau mengatakan, “Mari, sini kumpulkan harta perbekalan kalian”. 

Beliau lalu mengumpulkan bekal mereka lalu meletakan disebuah kotak kemudian menguncinya. Selanjutnya beliau berkumpul dan keluar bersama-sama dari Muru menuju Baghdad sedang beliau yang menanggung semua kebutuhan perjalanan mereka. Memberi makan dengan makanan yang paling mewah, menjamu dengan buah-buahan yang lezat. Dari sana kemudian mereka lanjutkan perjalanan keluar dari Baghdad dengan pakaian yang paling indah dan bagus sampai akhirnya mereka sampai dikota Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Sesampainya disana beliau menanyakan satu persatu, “Apa yang engkau inginkan sebagai oleh-oleh untuk keluargamu? Mereka menjawab, “Ini dan itu”. 

Lalu mereka keluar dari Madinah menuju Makah, manakala mereka telah selesai melaksanakan manasik ibadah haji, beliau bertanya kembali pada setiap orangnya, “Hadiah apa yang engkau sukai untuk diberikan kepada keluargamu dari cendera mata Makah? Mereka menjawab, “Ini dan itu”. Beliau pun membelikan keinginan mereka semua. 

Kemudian mereka keluar dari Makah untuk kembali kekampung halaman, dan beliaulah yang menanggung semua biaya perjalanan sampai akhirnya mereka sampai di Muru dan kembali kerumahnya masing-masing. Manakala tiga hari sesudah kepulangan mereka, beliau mengundang dan menjamu makan dirumahnya, tatkala mereka sudah makan dan merasa senang, beliau lalu meminta pegawainya untuk mengambilkan kotak yang berisi uang mereka, beliau membuka lalu mengembalikan kepada mereka semua sesuai dengan nama-nama yang tercantum pada kotak tersebut. 

Tatkala beliau ditegur kenapa beliau lebih memilih untuk membagi-bagi harta dipenjuru negeri dan tidak lebih mementingkan negerinya. Beliau beralasan, “Sesungguhnya aku mengetahui tempat orang-orang yang punya keutamaan, jujur, dan senang mengumpulkan hadits dan tekun didalam mencarinya demi kebutuhan manusia terhadap mereka jikalau mereka membutuhkan. Jika sekiranya kita tinggalkan mereka tentu akan sia-sia ilmu yang mereka miliki. Dan bila kita bantu mereka, maka mereka akan mudah untuk menyebarkan ilmu kepada umatnya Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Sedang aku tidak mengetahui setelah kenabian yang lebih utama dari pada rumah ilmu”. 

Ini merupakan pesan yang tersirat bagi para pedagang agar mereka senang untuk menginfakan hartanya bagi para fakir, orang-orang yang membutuhkan, para penuntut ilmu, program kebaikan serta yayasan sosial. Sesungguhnya dengan melakukan hal tersebut akan menjadikan harta dan kekayaannya berbarokah. Disebutkan dalam sebuah hadits yang dikeluarkan oleh Imam Ahmad dari Amr bin Ash radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “Bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: 

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « نِعْمَ الْمَالُ الصَّالِحُ لِلْمَرْءِ الصَّالِحِ » [أخرجه أحمد] 

“Kenikmatan pada harta yang baik adalah ketika berada ditangan orang sholeh“. [HR Ahmad 29/299. no: 17763] 

Didalam hadits lain dijelaskan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: 

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ الْعِبَادُ فِيهِ إِلَّا مَلَكَانِ يَنْزِلَانِ فَيَقُولُ أَحَدُهُمَا اللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا وَيَقُولُ الْآخَرُ اللَّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا » [أخرجه البخاري ومسلم] 

“Tidaklah pagi menyapa seorang hamba melainkan ada dua malaikat yang turun kepadanya. Lalu salah satunya berdo’a: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfak”. Sedang satunya lagi berdo’a: “Ya Allah, berilah kebinasaan bagi harta orang yang pelit“. [HR Bukhari no: 1442. Muslim no: 1010] 

Dalam riwayat Imam Muslim dijelaskan, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ » [أخرجه مسلم] 

“Sedekah tidak akan mengurangi sedikitpun dari harta benda“. [HR Muslim no: 2588] 

Diantara petuah-petuah beliau adalah, “Adakalanya amalan sedikit menjadi banyak disebabkan niat, dan adakalanya amalan besar menjadi kecil gara-gara niat”. Beliau juga pernah berkata, “Barangsiapa yang meremehkan para ulama maka sungguh akhiratnya telah hilang. Barangsiapa yang memandang remeh pada penguasa maka dirinya akan kehilangan dunia. Dan barangsiapa yang memandang bodoh saudaranya maka harga dirinya telah pergi”. 

Ali bin Hasan mengatakan, “Aku pernah mendengar Ibnu Mubarak ditanya oleh seseorang tentang nanah yang keluar dari lututnya yang telah dideritanya semenjak tujuh tahun yang lalu. Dirinya menjelaskan, “Aku telah mengobati dengan berbagai ramuan, dokter juga telah aku tanyai, namun tidak ada tanda-tanda kesembuhan”. Beliau berkata padanya, “Pergilah, lalu galilah sebuah sumur ditempat (orang) yang membutuhkan air, aku berharap semoga disana ada mata air, lalu engkau gunakan untuk menahan lukamu tersebut”. Orang tersebut mematuhi perintahnya, dan betul akhirnya dia sembuh dari penyakitnya. 

Suwaid bin Sa’id mengatakan, “Aku pernah melihat Ibnu Mubarak di Makah dengan mendatangi air zam-zam lantas beliau mengambil airnya untuk diminum, kemudian beliau menghadap ke kiblat dan berdo’a: “Ya Allah, sesungguhnya Ibnu Abi Mawal mengabarkan pada kami dari Muhammad bin Munkadir dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Air zam-zam sesuai dengan hajat yang meminumnya“. Maka kini, aku meminumnya untuk mengobati kehausanku kelak pada hari kiamat”. Kemudian beliau meminumnya. Muhammad bin Ibrahim menceritakan, “Ali bin Ibnu Mubarak pernah mengimla untuk kami pada tahun 177 H, sebuah syair yang kami sampaikan kepada Fudhail bin Iyadh dari Thurtus: 

Duhai ahli ibadah dua tanah haram, jikalau engkau menyaksikan kami 

Tentu engkau mengira kalau kami bermain-main 

Duhai yang pipinya selalu basah oleh air mata Sedang leher kami hanya mengalirkan darah Duhai orang yang selalu berjihad dengan keberanian 

Adapun kuda kami hanya capai menderum Debu memenuhi tubuhmu dan kami hanya melewatinya 

Demi menebas musuh engkau pacu kudamu Telah sampai kepada kita berita dari Nabi Sabdanya yang shahih lagi jujur tidak didustakan 

Tidak akan berkumpul debu jihad dijalan Allah Pada diri seseorang dengan uap dari jilatan api neraka 

Perhatikan pula al-Qur’an yang berbicara kepada kami Yang tidak bisa didustakan, jika seorang syahid tidaklah binasa 

Maka ketika Fudhail menerima surat tersebut tatkala di Makah, beliau lalu membacanya dan menangis, kemudian berkata, “Benar apa yang dikatakan oleh Abu Abdurahman”. Tatkala beliau telah meninggal ada salah seorang sahabatnya yang melihat beliau didalam mimpi, lalu ditanyakan padanya, “Apa yang telah Allah Shubhanahu wa Ta’ala perbuat untukmu? Beliau menjawab, “Allah telah mengampuniku dengan sebab perjalananku untuk mencari hadits”. Dan beliau berpesan, “Pegangilah al-Qur’an, pegangilah al-Qur’an”. 

Beliau meninggal pada tahun 181 H pada usianya yang ke enam puluh tiga tahun. Semoga Allah Shubhanahu wa Ta’ala merahmati beliau dengan rahmat yang luas. Dan membalas dengan sebaik-baik balasan atas jasanya kepada Islam dan kaum muslimin, dan semoga Allah Shubhanahu wa Ta’ala mengumpulkan kami bersamanya dikampung kenikmatan, bersama para Nabi, shidiqin, para syahid dan orang-orang sholeh, merekalah sebaik-baik teman.[1] 

Akhirnya kita ucapkan segala puji bagi Allah Shubhanahu wa Ta’ala Rabb semesta alam. Shalawat serta salam semoga Allah Shubhanahu wa Ta’ala curahkan kepada Nabi kita Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, kepada keluarga beliau serta para sahabatnya.

[Disalin dari الإمام عبد الله بن المبارك وشيء من أخباره Penulis Syaikh Amin bin Abdullah asy-Syaqawi, Penerjemah : Abu Umamah Arif Hidayatullah, Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2014 – 1435]

______ 

Footnote 

[1] . Lihat Siyar ‘alamu Nubala 8/378-421.

Referensi: https://almanhaj.or.id/