Kisah taubat Fudhail bin Iyadh merupakan sebuah kisah yang luar biasa. Bagaimana seorang perampok yang ditakuti, bisa menjadi takut dan kembali ingat kepada Allah setelah mendengar percakapan kafilah dagang yang takut kepadanya dan mendengarkan ayat Alquran. Padahal hari ini, banyak manusia –mungkin termasuk kita di dalamnya- adalah bukan seorang perampok, bukan juga orang yang dikenal sebagai penjahat atau orang yang terbiasa melakukan dosa secara terang-terangan, tetapi ketika mendengar ayat Alquran hati kita tidak bergetar, tidak mengingat dan mengagungkan Allah, nas’alullaha at-taufiq. Bagaimana kisah taubat seorang yang kemudian menjadi ulama besar ini.
Seorang tetangga Fudhail bin Iyadh berkata, “Fudhail bin Iyadh adalah perampok (hebat) sehingga tidak memerlukan partner atau tim dalam merampok. Suatu malam dia pergi untuk merampok. Tak berapa lama ia pun bertemu dengan rombongan kafilah. Sebagian naggota kafilah itu berkata kepada yang lain, “Jangan masuk ke desa itu, karena di depan kita terdapat seorang perampok yang bernama Fudhail.”
Fudhail yang mendengar percakapan anggota kafilah itu ternyata gemetar, dia tidak mengira bahwa orang-orang sampai setakut itu terhadap gangguan darinya, ia merasa betapa dirinya ini memberi mudharat dan bahaya bagi orang lain. Fudhail pun berkata, “Wahai kafilah, akulah Fudhail, lewatlah kalian. Demi Allah, aku berjanji (berusaha) tidak lagi bermaksiat kepada Allah selama-lamanya.” Sejak saat itu Fudhail meninggalkan dunia hitam yang telah ia geluti itu.
Dikisahkan dari jalur riwayat yang lain, ada tambahan kisah bahwa Fudhail menerima kafilah tersebut sebagai tamunya pada malam itu. Dia berkata, “Kalian aman dari Fudhail.” Lalu Fudhail mencari makanan untuk ternak mereka. Manakala dia pulang, dia mendengar seseorang membaca ayat,
أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ ءَامَنُوا أَن تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللهِ وَمَانَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلاَيَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِن قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ اْلأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِّنْهُمْ فَاسِقُونَ
"Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS. Al-Hadid: 16)
Mendengar ayat tersebut Fudhail berkomentar, “Berita-berita kami ditampakkan! Jika Engkau menampakkan keadaan kami, maka apa yang kami sembunyikan pasti akan terlihat dan kami akan malu. Jika Engkau menampakkan amalan kami, maka kami akan celaka karena adzab-Mu.”
Dan aku (tetangga Fudhail) mendengarnya mengatakan, “Kamu berhias untuk manusia, berdandan untuk mereka, dan kamu terus berbuat riya’, sehingga mereka mengenalmu sebagai seorang yang shaleh. Mereka menunaikan kebutuhanmu, melapangkan tempat dudukmu (menyambutmu), dan bermuamalah denganmu karena mereka salah duga. Keadaanmu benar-benar buruk jika demikian adanya.”
Aku juga mendengarnya mengatakan, “Jika kamu mampu untuk tidak dikenal, maka lakukanlah. Kamu tidak rugi walaupun tidak dikenal, dan kamu tidak rugi walaupun kamu tidak dipuji. Kamu tidak rugi walaupun kamu tercela di mata manusia, asalkan di mata Allah kamu selalu terpuji.”
Pelajaran:
Seorang yang terbiasa melakukan perbuatan dosa, maka hatinya akan menghitam sehingga sulit menerima hidayah. Namun terkadang, ada sedikit celah di hatinya yang belum tertutup dengan gelapnya maksiat. Apabila ia gunakan bagian kecil ini untuk merenungkan dan mengingat kekuasaan Allah, maka Allah akan bersihkan hatinya dari noda-noda hitam dosa kemaksiatan. Sebaliknya, apabila ia tetap menuruti hawa nafsunya, maka hati tersebut semakin menghitam dan lama-kelamaan akan mati dan tidak menerima hidayah.
AL-FUDHAIL BIN IYADH: PERAMPOK JALANAN
Dahulu, Fudhail bin Iyadh biasa merampok di jalan seorang diri. Suatu malam ia berniat untuk merampok. Benar, ia bertemu dengan satu kafilah yang pulang kemalaman. Di antara sesama pedagang dalam kafilah itu berkata, “Sebaiknya kita menginap di desa ini saja, karena di depan sana ada seorang perampok, orang biasa dipanggil Al-Fudhail.”
Seketika itu Fudhail mendengar pembicaraan mereka, maka gemetarlah ia. Lalu Fudhail berkata, “Wahai rombongan pedagang, aku inilah yang bernama Fudhail, silahkan Anda semua meneruskan perjalanan. Demi Allah, sejak saat ini aku berniat tidak akan lagi berbuat maksiat kepada Allah.” Lalu Fudhail kembali ke rumah urung melaksanakan niat jahatnya.
Menurut riwayat lain, pada malam itu serombongan tamu bermalam di rumah Fudhail. Sementara Fudhail berkata, “Sekarang kalian aman dari gangguan Fudhail.” Bahkan malam itu Fudhail berkali kali menemui mereka menghidangkan makanan. Tiba-tiba Fudhail mendengar seseorang membaca ayat,
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah.” (QS. Al-Hadid: 16)
Fudhail menjawab, “Benar, telah tiba waktunya.” Semenjak itulah dia bertaubat.
Sumber: 99 Kisah Orang Shalih, Muhammad bin Hamid Abdul Wahab, Darul Haq, Cetakan: 5 Shafar 1430/2009.
Ali bin Al-Fudhail bin Iyadh: Wafat karena Mendengar Ayat Tentang Azab
Abu al-Hasan Abdurrahman bin Ibrahim bin Muhammad bin Yahya berkata, aku mendengar ayahku berkata, aku mendengar Muhammad bin Ishaq as-Siraj berkata, aku mendengar Muhammad bin Khalaf berkata, Ya’qub bin Yusuf berkata, “Al-Fudhail bin Iyadh ketika mengetahui bahwa putranya, Ali, berada di belakangnya, yakni dalam shalat, maka ia berlalu dan membaca ayat-ayat yang membuatnya menangis. Jika ia tahu bahwa putranya tidak berada di belakangnya, maka ia memilih bacaan al-Qur’an, bersedih dan mengintimidasi.
Suatu hari ia menyangka bahwa putranya tidak berada di belakangnya, sehingga ia membaca ayat ini (artinya), “Mereka berkata, ‘Ya Rabb kami, kami telah dikuasai oleh keja-hatan kami, dan kami adalah orang-orang yang sesat.’ (Al-Mu’minun: 106)
Maka Ali jatuh pingsan. Ketika al-Fudhail mengetahui bahwa putranya berada di belakangnya dan jatuh pingsan, maka ia cepat-cepat menyelesaikan bacaannya. Mereka pergi kepada ibunya seraya berkata, “Lihatlah anakmu.” Ibunya datang lalu mencipratkan air padanya, lalu ia siuman. Ibunya berkata kepada al-Fudhail, “Engkau akan membunuh anakku ini.” Beberapa waktu kemudian, karena menyangka putranya tidak berada di belakangnya, ia membaca (artinya), ‘Dan jelaslah bagi mereka adzab dari Allah yang belum pernah mereka perkirakan.’ (Az-Zumar: 47).
Mendengar ayat tersebut, putranya jatuh dan meninggal dunia.
Ayahnya cepat-cepat menyelesaikan bacaannya. Ketika ibunya datang, dikatakan kepadanya, “Lihatlah anakmu!” Lalu ibunya mencipratinya dengan air, ternyata ia sudah mati. Sejauh inilah rasa takutnya, benar-benar tersentak karena rasa takut dan cinta kepada Allah, air mata kaum yang shalih.
Mereka yang Tersungkur karena Al-Quran
Kisah ini menceritakan seorang hamba Allah yang sangat peka terhadap firman Tuhannya. Pemahamannya terhadap Al-Quran dan rasa takutnya terhadap Sang Pencipta menyebabkan hatinya sangat lululh terhadap Al-Quran. Dia bisa jatuh tersungkur, menangis tersedu-sedu, pingsang, bahkan hingga mati, karena mendengar lantunan Al-Quran. Bukan dibuat-buat, tapi betul-betul buah dari ketakwaannya.
Barangkali merekalah orang yang dimaksud dalam hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَدْخُلُ الْجَنَّةَ أَقْوَامٌ أَفْئِدَتُهُمْ مِثْلُ أَفْئِدَةِ الطَّيْرِ
“Akan masuk surga sekelompok orang, hati mereka seperti hati burung.” (HR. Ahmad 8382 & Muslim 2840)
Mereka orang yang hatinya sangat lunak, dipenuhi dengan ketakutan kepada Sang Pencipta. Sebagaimana burung. Binatang yang sangat peka dan mudah kaget.
Diantara hamba Allah yang bisa mencapai derajat semacam ini adalah Ali bin Fudhail bin Iyadh rahimahullah. Beliau digelari qatilul qur’an (orang yang ‘dibunuh’ Al-Quran). Al-Munawi dalam Faidhul Qadir (6/460) mengatakan:
وسمي علي بن الفضيل قتيل القرآن
“Ali bin Fudhail digelari qatilul quran”
Beliau bukan ahlul bait. Bukan pula keturunan kerajaan. Beliau putra seorang ulama yang dikenal sangat zuhud, Fudhail bin Iyadh rahimahullah.
Diceritakan oleh Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman (2/302), dari Muhammad bin Bisyr Al-Makki, beliau bercerita:
Pada suatu hari kami bernah berjalan bersama Ali bin Fudhail. Kemudian kami melewati daerah Bani Al-Harits Al-Makhzumi, yang pada saat itu ada seorang guru yang sedang mengajar anak-anak. Kemudian sang guru membaca firman Allah:
لِيَجْزِيَ الَّذِينَ أَسَاءُوا بِمَا عَمِلُوا وَيَجْزِيَ الَّذِينَ أَحْسَنُوا بِالْحُسْنَى
“Supaya Dia memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat terhadap apa yang telah mereka kerjakan dan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan pahala yang lebih baik (surga).” (QS. An-Najm: 31)
Tiba-tiba Ali bin Fudhail langsung teriak dan jatuh pingsan. Datanglah ayahnya dan mengatakan: “Sungguh, dia terbunuh karena Al-Quran.”
Kemudian dia dibawa pulang. Salah seorang yang membawanya pulang bercerita bahwa Fudhail, ayahnya mengabarkan, Ali tidak bisa shalat pada hari itu, shalat dzuhur, asar, maghrib, dan isya. Pada tengah malam dia baru sadar.
Di lain kasus, Ibnu Qudamah menceritakan kisah seorang pemuda dalam kitabnya At-Tawwabin. Seorang pemuda dari Al-Azd. Beliau menghadiri majlis ilmu. Ketika beliau mendengan ada orang yang membaca firman Allah:
وَأَنْذِرْهُمْ يَوْمَ الْآزِفَةِ إِذِ الْقُلُوبُ لَدَى الْحَنَاجِرِ كَاظِمِينَ مَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ حَمِيمٍ وَلَا شَفِيعٍ يُطَاعُ
Berilah mereka peringatan dengan hari yang dekat (hari kiamat yaitu) ketika hati (menyesak) sampai di kerongkongan dengan menahan kesedihan. Orang-orang yang zalim tidak mempunyai teman setia seorangpun dan tidak (pula) mempunyai seorang pemberi syafa’at yang diterima syafa’atnya. (QS. Ghafir: 18)
Tiba-tiba, beliau jatuh tersungkur, pingsan. Akhirnya dia diangkat di tengah keramaian banyak orang dalam kondisi pingsan.
Ya rabbi, jadikanlah kami hamba-Mu yang lunak hatinya, dan mencintai mereka yang lunak hatinya.
Sumber: https://kisahmuslim.com/