Abu al-Mahasin Yusuf al-Mustanjid Billah bin al-Mutawakkil 'Alallah (bahasa Arab: أبو المحاسن يوسف المستنجد بالله بن المتوكل على الله) (wafat pada hari Sabtu, 14 Muharram 888 H/22 Februari 1483) adalah seorang Khalifah Abbasiyah di Kairo, Mesir pada tahun 1455-1479.[1]
Al-Mustakfi III
Khalifah Abbasiyah
Berkuasa
1441-1451
Pendahulu
Al-Mu'tadhid II
Penerus
Al-Qa'im II
Wangsa
Abbasiyah
Ayah
Al-Mutawakkil I
Kehidupannya
Ia dilantik sebagai khalifah setelah saudaranya, Al-Qa'im II. Yang menjadi sultan saat itu ialah al-Asyraf Inal yang wafat pada tahun 865 H. Pengganti Inal adalah Ahmad, anaknya, dengan gelar al-Muayyid. Namun kesultanannya direbut oleh Khasqadam. Khasqadam resmi diangkat oleh khalifah sebagai sultan setelah penangkapan al-Muayyid bulan Ramadhan. Gelarnya adalah azh-Zhahir. Ia menjadi sultan hingga wafat pada Rabiul awal 872 H.[1]
Yang menjadi sultan setelah dia adalah Balbay yang menyandang gelar azh-Zhahir. Baru dua bulan menjadi sultan, Balbay disingkirkan oleh para tentara. Khalifah lantas mengangkat Tamrig sebagai penggantinya dengan bergelar azh-Zhahir. Karena tidak lama dia juga dipecat dari kesultanan, maka khalifah mengangkat penggantinya yang bernama Qayatabay dengan gelar al-Asyraf. Di tangannya kesultanan menjadi stabil karena ia dikenal pemberani dan kuat. Hal yang belum pernah terjadi semenjak masa kesultanan an-Nashir Muhammad bin Qalawun. Sebagai bukti, ia pernah melakukan perjalanan dari Mesir ke Eufrat dengan hanya ditemani oleh serombongan kecil tentara dan tanpa pengawalan yang ketat.[1]
Di antara catatan emas yang pernah diperbuatnya adalah dia tidak pernah mengangkat seorang pun di Mesir untuk menduduki posisi yang terkait dengan keagamaan seperti hakim, pengajar agama, atau penanggung jawab lembaga keagamaan, melainkan mereka melakukan perbaikan-perbaikan yang tampak dan hal itu berlanjut berbulan-bulan. Ia tidak memberikan posisi kepada hakim atau syaikh karena harta.[1]
Di awal pengangkatannya sebagai sultan, azh-Zhahir langsung didatangi Hatim, seorang utusan Syam, karena adanya kesepakatan antara dia dengan tentara yang ada di kalangan kesultanan.[1]
Mendengar kedatangan Hatim, azh-Zhahir meminta khalifah, para hakim yang empat, dan tentara datang ke benteng. Setelah diadakan sejumlah syarat dan kesepakatan, ia meminta utusan negeri Syam agar kembali. Para hakim dan tentara pun pulang. Sementara khalifah tidak diperkenankan pulang, ia harus tetap tinggal di benteng sampai wafat pada hari Sabtu, 14 Muharram 888 H/22 Februari 1483, setelah terlebih dahulu terkena penyakit lumpuh selama dua tahun. Jenazahnya disalatkan di benteng. Lalu dibawa ke pekuburan para khalifah. Khalifah wafat pada usia 90 tahun.[1]
Sumber: https://id.m.wikipedia.org/