Type Here to Get Search Results !

 


ANAS BIN MALIK SHAHABAT NABI

 

Anas bin Malik Khodim Rasulullah 

Anas bin Malik bin an-Nadhar al-Anshari al-Khazraji an-Najjari. Ia berasal dari Bani Adi bin an-Najjar. Sejak usia 10 tahun, ia dikhidmatkan ibunya, Ummu Sulaim, untuk mengabdi kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Profesinya adalah pembantu. Bukan sesuatu yang mentereng dalam timbangan masyarakat kita. Tapi, ia bukan sembarang pembantu. Ia adalah pembantu manusia terbaik dari anak keturunan Adam. Sehingga apa yang ia lakukan adalah kebanggaan bagi diri dan keluarganya. Bahkan bagi kabilahnya.

Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu lahir 10 tahun sebelum hijrah. Dan kun-yahnya adalah Abu Hamzah. Rasulullah sering memanggilnya dengan Unais (Anas kecil). Sebagai ekspresi kasih sayang padanya.

Ibu Anas adalah Ummu Sulaim binti Milhan radhiallahu ‘anha. Suami pertamanya adalah Malik bin an-Nadhar. Ayah dari Anas. Saat cahaya Islam datang, Ummu Sulaim memeluk Islam bersama kaumnya. Iapun langsung mengajak sang suami agar bersama-sama memeluk agama yang mulia ini. Namun ia malah marah dan pergi menuju Syam. Ia pun wafat di sana. Setelah itu, Ummu Sulaim menikah dengan Abu Thalhah al-Anshari radhiallahu ‘anhu.

Pengaruh Pendidikan Nabi Pada Anas

Selama 10 tahun Anas bin Malik menjalin kedekatan dengan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia bersama Rasulullah tatkala sahabat yang lain tidak bersama beliau. Ia melayani Nabi tatkala di rumah. Interaksinya sangat intens dibanding sahabat yang lain. Tak heran hal ini menimbulkan berpengaruh besar pada diri Anas. Apalagi saat itu Anas masih kecil. Masih mudah dibentuk karakternya. Betapa beruntungnya, ia langsung dididik manusia terbaik dan teladan yang paling mulia.

Diriwayatkan oleh at-Turmudzi dengan sanadnya dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, Anas berkata, “Aku membantu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selama 10 tahun. Selama itu, beliau tidak pernah mengucapkan padaku “ah” sekalipun. Beliau tidak pernah mengomentari sesuatu yang kulakukan dengan mengatakan, ‘mengapa kau lakukan ini’. Dan sesuatu yang tak kulakukan, ‘mengapa kau tinggalkan ini’. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang terbaik akhlaknya. Aku tak pernah menyentuh sutra yang tebal maupun yang tipis, atau sesuatu yang lebih lembut dari tapak tangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan aku tak pernah mencium aroma parfum manapun yang lebih wangi dari keringat beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

Anak Yang Cerdas

Saat ibu Anas membawa anaknya ke hadapan Rasulullah untuk menjadi pembantunya, ia juga memberi tahu bahwa anak kecilnya ini memiliki kemampuan menulis. Keunggulan yang tak biasa di zaman itu. Karena itu layak disebutkan. Saat itu, melek huruf adalah kemampuan istimewa. Tak banyak sahabat Nabi yang bisa. Sementara Anas mampu melakukannya terlebih ia masih begitu belia. Ini menunjukkan kecerdasan Anas dan potensi besar pada dirinya.

Tak heran, di masa Islam ia menjadi seorang penghafal hadits. Dan memilki keluasan ilmu. Bahkan ada yang menyebutkan Anas adalah orang ketiga dalam hafalan hadits setelah Abu Hurairah dan Abdullah bin Umar. Ia meriwayatkan hadits sebanyak 2286 hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. disepakati oleh al-Bukhari dan Muslim sejumlah 180 hadits. Al-Bukhari saja sejumlah 80 hadits dan Muslim saja 90 hadits.

Bersama Rasulullah

Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu termasuk salah seorang punggawa di Perang Badar. Ia terus bersama Rasulullah dan membantunya. Padahal saat itu usianya baru 12 tahun.

Anas bin Malik berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah seorang yang paling baik akhlaknya. Paling lapang dadanya. Paling luas kasih sayangnya. Beliau pernah mengutusku untuk suatu tugas. Lalu aku berangkat. Di jalan, kudapati anak-anak (sebayaku) bermain-main di pasar. Aku pun bermain bersama mereka. Dan tak jadi berangkat menunaikan perintah Rasulullah padaku. Saat tengah bermain bersama mereka, aku merasa ada orang berdiri di belakangku. Orang itu menjimpit pakaianku. Aku menoleh. Ternyata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau tersenyum melihatku. Dan berkata, ‘Hai Unais, apakah kau sudah menunaikan perintahku’? Aku pun bersigap. Kukatakan pada beliau, ‘Iya. Sekarang aku berangkat, Rasulullah’. Demi Allah, aku telah berkhidmat membantu beliau selama 10 tahun. Tidak pernah beliau mengomentari apa yang kulakukan dengan mengatakan ‘mengapa kau lakukan ini’. Dan sesuatu yang kutinggalkan, ‘mengapa tak kau lakukan ini’.

Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu berkata, “Muadz bin Jabal radhiallahu ‘anhu datang menemuiku. Ia baru saja bertemu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu berkata, ‘Siapa yang bersaksi tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah. Ia ucapkan ikhlas dari hatinya. Pasti ia masuk surga’. (Mendengar itu) Aku berangkat menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kutanyakan pada beliau, ‘Hai Rasulullah, Muadz menyampaikan padaku bahwa Anda bersabda, ‘Siapa yang bersaksi tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah. Ia ucapkan ikhlas dari hatinya. Pasti ia masuk surga’. Beliau berkata, ‘Muadz benar. Muadz benar. Muadz benar.’.”

Bersama Para Sahabat
  • Bersama saudaranya, al-Barra bin Malik
Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu berkata, “Aku menemui al-Barra bin Malik. Saat itu ia sedang bersenandung dengan sebuah syair. Kukatakan padanya, ‘Saudaraku, engkau bersenandung dengan syair, padahal Allah telah memberikan sesuatu untukmu yang lebih baik darinya. Yaitu Alquran’.”

Al-Barra berkata, ‘Apakah kau khawatir kalau aku mati di atas kasurku, padahal aku telah ratusan kali lolos dari kematian? Kecuali peperangan yang tak kuikuti. Sungguh aku berharap Allah tidak menakdirkan hal itu untukku’.”
  • Bersama Zaid bin Malik
Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu berkata, “Saat aku pergi menuju masjid, aku bertemu dengan Zaid bin Malik. Ia tempelkan tangannya di pundakku dan besandar padaku. Aku yang saat itu masih seorang anak muda, melangkahkan kaki dengan lebar sebagaimana langkah kaki anak-anak muda. Lalu Zaid berkata padaku, ‘Jangan lebar-lebar langkahnya. Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Siapa yang berjalan menuju masjid, maka setiap langkahnya senilai dengan 10 kebaikan’.”

Bersama Para Tabi’in
  • Bersama az-Zuhri
Az-Zuhri berkata, “Di Damaskus, aku menemui Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu. Saat itu ia sedang menangis. Aku bertanya padanya, ‘Apa yang membuat Anda menangis’? Ia berkata, ‘Aku tak tahu sesuatu yang kudapati kecuali shalat ini. Dan shalat ini sungguh telah disia-siakan’.”
  • Bersama Ghailan bin Jarir
Ghailan bin Jarir berkata, “Aku bertanya pada Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, ‘Abu Hamzah, bagaimana pendapatmu tentang sebutan orang-orang kepada kalian yaitu “Anshar”. Apakah itu sebuah nama yang Allah berikan pada kalian. Atau memang sebelumnya kalian sendiri yang menamainya”? Anas menjawab, “Allah lah yang menamai kami dengan nama tersebut.”

Hadits-hadits Yang Diriwayatkan Anas

Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu termasuk sahabat Nabi yang paling banyak meriwayatkan hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal itu karena kebersamaannya dengan Nabi. Dan dalam waktu yang cukup lama, 10 tahun. Ia membersamai Nabi. Membantunya. Dan banyak belajar dari beliau.

Di antara hadits yang diriwayatkan oleh Anas adalah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari:

عن قتادة، عن أنس بن مالك رضي الله عنه قال: كتب النبي صلى الله عليه وسلم كتابًا أو أراد أن يكتب، فقيل له: إنهم لا يقرءون كتابًا إلا مختومًا. فاتخذ خاتمًا من فضة نقشه “محمد رسول الله”، كأني أنظر إلى بياضه في يده. فقلت لقتادة: من قال: نقشه محمد رسول الله؟ قال: أنس

Dari Qatadah, dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menulis sebuah surat. Atau hendak menulis sebuah surat. Lalu ada yang berkata pada beliau, ‘Mereka tidak akan membaca surat kecuali yang berstempel’. Beliau pun membuat cincin dari perak dan memahatnya dengan tulisan “محمد رسول الله”. Aku melihat putihnya cincin itu di tangan beliau. Aku (periwayat) bertanya pada Qatadah, ‘Siapa yang mengatakan beliau memahat “محمد رسول الله”? Qatadaha menjawab, ‘Anas’.”

Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu. Ia berkata,

رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَحَانَتْ صَلَاةُ الْعَصْرِ فَالْتَمَسَ النَّاسُ الْوَضُوءَ فَلَمْ يَجِدُوا فَأُتِيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِوَضُوئِهِ فَوَضَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي ذَلِكَ الْإِنَاءِ يَدَهُ وَأَمَرَ النَّاسَ أَنْ يَتَوَضَّئُوا مِنْهُ فَرَأَيْتُ الْمَاءَ يَنْبُعُ مِنْ تَحْتِ أَصَابِعِهِ فَتَوَضَّأَ النَّاسُ حَتَّى تَوَضَّئُوا مِنْ عِنْدِ آخِرِهِمْ

“Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika waktu ashar tiba. Orang-orang mencari air wudhu namun tidak mendapatkannya. Lalu diberikanlah air wudhu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian beliau meletakkan tangannya di atas air tersebut dan memerintahkan orang-orang untuk berwudhu dari wadah itu. Aku melihat air memancar dari bawah jari-jari beliau, lalu orang-orang pun berwudhu hingga orang terakhir dari mereka.” [HR. Ahmad]

Warisan Anas

Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu meninggalkan warisan besar. Yaitu hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang ia pelajari langsung sumber pertamanya. Anas adalah khazanah. Pada dirinya tersimpan sesuatu yang amat berharga bagi peradaban manusia.

Simpanan besar dan berharga itu ia bagi-bagikan kepada orang-orang sesudahnya. Sehingga warisan Nabi itu tercatat hingga sekarang. Sungguh ini adalah keberkahan usia dan ilmu yang luar biasa. Dengan ilmunya, lahirlah tokoh-tokoh tabi’in. Mereka meriwayatkan darinya dan menghafal apa yang ia sampaikan dari Rasulullah.

Jumlah mereka yang meriwayatkan dari Anas bin Malik mencapai 280 orang sahabat dan tabi’in. Dan dia meriwayatkan 2200 hadits lebih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Betapa hebat peninggalannya. Buah dari besarnya semangatnya dalam mereguk ilmu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Wasiat Anas

Ada yang bertanya kepada Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, “Sesungguhnya mencintai Ali dan Utsman tak dapat menyatu di hati seseorang.” Anas radhiallahu ‘anhu menanggapi, “Dusta engkau. Demi Allah, rasa cinta pada keduanya bersemayam di hati kami.”

Ini adalah sanggahan terhadap orang-orang yang berpaham sesat. Yang menganggap kalau mencintai Ali tak mungkin senang kepada Utsman. Anas membantah bahwa para sahabat mencintai keduanya. Dan inilah jalan mereka.

Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah bukan seorang yang suka mencela. Bukan yang kotor lisannya. Dan bukan seorang yang suka melaknat. Saat beliau hendak mencela seseorang dari kami, beliau mengatakan,

مَا لَهُ تَرِبَ جَبِينُهُ

‘Dahinya berlumur debu’.

Wafatnya

Dari Shafwan bin Hubairah, dari ayahnya. Ayahnya berkata bahwa Tsabit al-Bunani bercerita padanya. Dan Tsabit berkata, “Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu berkata padaku, ‘Ini adalah di antara rambut dari rambut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Letakkanlah di bawah lidahku’. Aku pun meletakkannya di bawah lidahnya. Lalu ia dimakamkan dalam keadaan rambut Rasulullah berada di bawah lidahnya.”

Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu wafat di Kota Bashrah. Ada yang mengatakan, ia wafat pada tahun 91 H. Ada juga yang berpendapat 92 H. Dan ada yang berpendapat 93 H.

Diterjemahkan secara bebas dari https://islamstory.com/ar/artical/34007/أنس_بن_مالك


Do'a Nabi kepada Anas bin Malik

    “Ya Allah, limpahkanlah harta dan anak kepadanya dan keberkahan untuknya.”

    (Di antara doa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk Anas bin Malik)

Usia Anas masih sangat muda, ketika ibunya al-Ghumaisha mentalqinnya dengan dua kalimat syahadat. Ibunya mengisi hatinya yang bersih dengan kecintaaan kepada Nabi al-Islam Muhammad bin Abdullah.

Maka di benak Anas pun mulai tumbuh rasa cinta kepada Rasul sekalipun dia belum pernah bersua dengan Nabi yang mulia tersebut, hanya mendengar kisah beliau sebatas dari orang ke orang.

Tidak mengherankan, karena terkadang telinga lebih dulu merindukan sesuatu daripada mata.

Betapa seringnya Anas kecil berangan bisa berkelana menemui Nabinya di Mekah atau beliau bisa dating kepada mereka di Yatsrib sehingga dia bisa berbahagia karena bisa melihatnya dan tenteram karena berjumpa dengannya.

Angan-angan itu dalam waktu dekat ternyata telah berubah menjadi kenyataan, Yatsrib yang membanggakan dan berbahagia mendengar bahwa Nabi dan shahabatnya, ash-Shiddiq, sedang dalam perjalanan ke arahnya. Maka keceriaan menaungi setiap rumah dan kebahagiaan menyelimuti semua hati.

Mata dan hati bergayut dengan jalan yang penuh berkah, jalan yang membawa langkah nabi dan shahabbatnya ke Yatsrib.

Anak-anak muda bergumam setiap cahaya pagi bersinar, Muhammad telah datang.

Maka Anas bersama anak-anak kecil lainnya berlari-lari hendak menyambutnya, namun dia pun pulang dengan sedih lagi kecewa.

Di suatu pagi yang indah yang penuh asa dan keceriaannya yang semerbak, orang-orang Yatsrib pun saling berbisik satu sama lain, “Muhammad dan shahabatnya telah berjalan mendekati Madinah.”

Maka orang banyak pun berhamburan ke jalan-jalan yang penuh berkah, jalan yang membawa Nabi petunjuk dan kebaikan kepada mereka.

Mereka berondong-bondong menyambut kedatangan beliau secara bergelombang, kelompok demi kelompok, disela-sela mereka ada sekumpulan anak-anak yang tak kalah bersemangat, wajah-wajah mereka dihiasi kebahagiaan dan menyatu dengan hati kecil mereka serta yang penuh suka cita memenuhi jiwa mereka yang jernih.

Di barisan depan anak-anak tersebut adalah Anas bin Malik al-Anshari.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan shahabatnya ash-Shiddiq datang, keduanya berjalan di antara kumpulan orang-orang dewasa dan anak-anak dalam rombongan yang besar.

Adapun kaum wanita dan gadis-gadis remaja yang biasa tinggal di rumah, mereka naik ke atap-atap rumah, mereka ingin melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya bergumam, “Yang Mana dia? Yang mana dia?”.

Hari itu adalah hari yang tidak terlupakan. Anas bin Malik senantiasa mengingatnya sampai dia berumur seratus tahun lebih.

Tidak lama setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tinggal di Madinah, al-Ghumaisha binti Milhan, datang kepada beliau dengan disertai Anak anak laki-lakinya yang masih kanak-kanak, anak laki-laki itu berlarian di depan ibunya dengan ujung rambut yang jatuh di keningnya.

Al-Ghumaisha mengucapkan salam kepada Nabi dan dia berkata, “Ya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, semua laki-laki dan wanita dari Anshar telah memberimu hadiah, tetapi aku tidak mempunyai apa pun yang bisa aku jadikan hadiah untukmu selain anak laki-lakiku ini. Terimalah dia, dan dia akan berkhidmat kepadamu sesuai dengan apa yang engkau inginkan.”

Nabi berbahagia, beliau memandang anak muda ini dengan wajah berseri-seri, beliau mengusap kepalanya dengan tangan beliau yang mulia, menyentuh ujung rambutya dengan jari-jemari beliau yang lembut dan beliau menganggapnya sebagai keluarga.

Anas bin Malik atau Unais (Anak kecil), begitu terkadang mereka memanggilnya sebagai ungkapan sayang kepadanya, berumur sepuluh tahun manakala dia berbahagia bisa berkhidmat untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Anas hidup di samping Nabi dan berada di bawah bimbingan beliau sampai Nabi berpulang ke ar-Rafiq al-A’la yaitu selama kurang lebih 10 tahun.

Selama itu Anas memperoleh bimbingan dari Nabi yang dengannya dia menyucikan jiwanya, mwmahami hadits beliau yang memenuhi dadanya, mengenal akhlak beliau yang agung, rahasia-rahasia dan sifat-sifat terpuji beliau yang tidak dikenal oleh orang lain.

Anas bin Malik mendapatkan perlakuan yang mulia dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang tidak pernah diperoleh oleh seorang anak dari bapaknya. Mengenyam keluhuran perangai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan keangungan sifat-sifatnya yang membuat dunia patut untuk iri kepadanya.

Biarkanlah Anas sendiri yang menyampaikan sebagian lembaran cemerlang dari perlakuan mulia yang dia dapatkan di bawah naungan seorang nabi yang pemurah dan berhati mulia, karena Anas lebih tahu tentangnya dan lebih berhak untuk menceritakannya.

Anas bin Malik berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling baik akhlaknya, paling lapang dadanya dan paling besar kasih sayangnya. Suatu hari beliau mengutusku untuk suatu keperluan, aku berangkat, tetapi aku menuju anak-anak yang sedang bermain di pasar dan bukan melaksanakan tugas Rasul, aku ingin bermain bersama mereka, aku tidak pergi menunaikan perintah yang diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beberapa saat setelah berada di tengah-tengah anak-anak itu, aku merasa seseorang berdiri di belakangku dan memegang bajuku. Aku menoleh, ternyata dia adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tersenyum, beliau bersabda, “Wahai Unais, apakah kamu telah pergi seperti yang aku perintahkan?” Maka aku pun salah tingkah aku menjawab, “Ya, sekarang aku berangkat wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

Demi Allah, aku telah berkhidmat kepada beliau selama sepuluh tahun, beliau tidak pernah berkata untuk sesuatu yang aku lakukan, “Mengapa kamu melakukan ini?” Beliau tidak pernah berkata untuk sesuatu yang aku tinggalkan, “Mengapa kamu tinggalkan ini?”

Bila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil Anas, terkadang beliau memanggilnya dengan Unais sebagai ungkapan cinta dan kasih sayang, dan di lain waktu Nabi memanggilnya, Wahai anakku.

Nabi memberikan nasihat-nasihat dan petuah-petuah beliau yang memenuhi hati dan jiwanya.

Di antara nasihat-nasihat itu adalah sabda Nabi kepadanya:

“Wahai anakku, jika kamu mampu mendapatkan pagi dan petang sementara hatimu tidak membawa kebencian kepada seseorang, maka lakukanlah. Wahai anakku, sesungguhnya hal itu termasuk sunahku, barangsiapa menghidupkan sunahku maka dia mencintaiku. Barangsiapa mecintaiku maka berarti dia bersamaku di surga. Wahai anakku, jika kamu masuk kepada keluargamu maka ucapkanlah salam, karena ia merupakan keberkahan bagimu dan keluargamu.”

Anas bin Malik hidup setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat selama delapan puluh tahun lebih, selama itu Anas mengisi dada umat dengan ilmu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang agung dan menumbuhkan akal pikiran mereka dengan fikih kenabian.

Selama itu Anas menghidupkan hati umat dengan petunjuk Nabi yang dia sebarkan diantara para sahabat dan tabiin, dengan sabda-sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berharga dan perbuatan-perbuatan beliau yang mulia yang dia tebarkan di antara manusia.

Dengan umurnya yang panjang, Anas menjadi rujukan bagi kaum muslimin di masa hidupnya, mereka bertanya kepada Anas tentang hal itu, Anas pun berkata, “Aku tidak pernah menyangka akan bisa hidup sehingga aku melihat orang-orang seperti kalian yang berdebat dalam perkara telaga Nabi, sungguh aku telah meninggalkan wanita-wanita tua di belakangku, setiap dari mereka tidak melakukan shalat terkecuali dia memohon kepada Allah agar memberinya minum dari telaga Nabi.

Anas bin Malik terus hidup bersama kenangannya dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selama kehidupan berlangsung.

Dia sangat berbahagia pada hari pertemuannya dengan beliau, sangat bersedih di hari perpisahannya dengan beliau, sangat sering mengulang-ulang sabda beliau.

Dia sangat bersungguh-sungguh untuk mengikuti beliau dalam sabda-sabda dan perbuatan-perbuatan beliau, mecintai apa yang beliau cintai, membenci apa yang beliau benci. Dua hari yang paling diingat oleh Anas dalam hidupnya: Hari pertama kali pertemuannya dengan Nabi dan hari perpisahannya dengan beliau untuk terakhir kali.

Bila Anas teringat hari pertama, maka dia berbahagia dan bersuka cita, namun jika hari kedua terlintas di benaknya maka dia menangis berduka, membuat orang-orang yang di sekelilingnya ikut menangis.

Anas sering berkata, “Sungguh aku telah melihat hari dimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang kepada kami dan aku juga melihat hari di mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggalkan kami. Aku tidak melihat dua hari yang menyerupai keduanya. Hari kedatangan belau di Madinah, segala sesuatu di sana bercahaya. Tetapi di mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hampir menghadap kepada Rabbya, segala sesuatu terasa gelap gulita.

Pandangan terakhirku kepada beliau terjadi di hari Senin, ketika kain penutup kamar beliau dibuka, aku melihat wajah beliau seperti kertas mushaf, pada saat itu banyak orang berdiri di belakang, Abu Bakar memberi isyarat kepada mereka agar tetap berada di tempat.

Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat di pagi hari itu. Kami tidak pernah melihat suatu pemandangan yang paling kami kagumi daripada wajah beliau manakala kami memasukkan tanah ke kubur beliau.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa untuk Anas bin Malik lebih dari sekali.

Di antara doa Nabi untuknya:

“Ya Allah, limpahkanlah harta dan anak kepadanya, berkahilah dia padanya.”

Allah Ta’ala mengabulkan doa Nabi. Anas menjadi orang Anshar yang palik banyak hartanya, paling banyak keturunannya, sampai-sampai dia melihat anak-anak dan keturunannya melebihi angka seratus.

Allah Ta’ala memberkahi umurnya sehingga dia hidup selama 103 tahun.

Anas sangat berharap mendapatkan syafaat Nabi di hari Kiamat, Anas sering berkata, “Sesungguhnya aku berharap bisa bertemu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di hari Kiamat, lalu aku berkata kepada beliau, “Aku adalah pelayan kecilmu, Unais.”

Ketika Anas sakit, sebelum wafatnya, dia berkata kepada keluarganya, “Talqinlah aku dengan Laa Ilaaha Illallaah, Muhammadur Rasulullaah.” Maka Anas senantiasa mengucapkannya sampai dia meninggal.

Anas mewasiatkan agar mengubur tongkat kecil milik Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersamanya, maka tongkat itu diletakkan disampingnya.

Selamat untuk Anas bin Malik al-Anshari yang telah mendapatkan limpahan kebaikan dari Allah. Dia hidup dalam bimbingan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang agung selama sepuluh tahun sempurna.

Dia adalah orang ketiga setelah Abu Hurairah dan Abdullah bin Umar dalam meriwayatkan hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Semoga Allah membalasnya dan membalas ibunya atas apa yang dia berikan untuk Islam dan kaum muslimin dengan sebaik-baiknya balasan.